Penyakit Blogger: Hobi "Nyampah" di Grup Komunitas

Ilustrasi: All-Nighter

---

Seandainya blogger yang memiliki penyakit-penyakit seperti yang akan saya ulas kali ini ada rumah sakitnya, saya yakin rumah sakit jenis ini akan mengalami peningkatan jumlah pasien secara signifikan. Mungkin juga enggak bakal sembuh-sembuh, menjadi penghuni rumah sakit abadi layaknya rumah sakit jiwa. Tidak satu pun dokter yang mampu mengobati pasien (blogger) ini, jika sampai kapan pun tidak pernah mampu mengidentifikasi sendiri penyakitnya --agak sedikit berlebihan sih ini pembukanya, haha--.

Perkenalkan, saya boleh disebut sebagai blogger --yang jarang nulis-- junior. Tapi dengan cara yang arogan dan sok tahu, saya akan memaparkan penyakit pertama yang paling sering menjangkiti para bloggerBlogger Sales Keliling saya akan memberikan julukannya, yang sudah getol banget kejar adsense, terdepan jika urusan ngejar traffic, apa pun makanannya, traffic adalah dewa kami katanya, panutan yang harus digugu.

Sebagai blogger kemaren sore baru mateng, salah satu cara yang baik mengembangkan diri adalah belajar dari para penggiat yang sudah lebih dahulu malang melintang di dunia ini. Selain itu, mencari ilmu dalam suatu wadah komunitas adalah cara yang terbaik untuk mendapatkan pendapat secara objektif. Jika Anda perlu pandangan, tanyalah melalui komunitas. Anda bisa mendapatkan jawaban beragam yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan ke arah mana ilmu Anda mau ditambah. Maka dari itu, saya tak pernah sungkan untuk mengarahkan tikus elektronik dan menekan tombol untuk bergabung pada sebuah komunitas digital dari kumpulan blogger, mungkin jumlahnya puluhan.
Selesai di situ? Tidak.

Pengamatan saya selama ini, sebuah komunitas digital yang saat ini cukup marak, realitasnya adalah sebagai suatu wadah untuk beberapa individu yang memiliki ketertarikan yang sama. Atau lebih lanjutnya, komunitas tersebut adalah "Rumah" bagi siapa pun penghuninya yang telah diterima dengan baik oleh komunitas tersebut. Mengapa saya menyebutnya sebagai rumah, karena melalui komunitas tersebutlah akan terbangun kenyamanan di setiap penghuninya karena memiliki minat yang sama, sama-sama mencari pengetahuan yang lebih spesifik dengan cara berdiskusi. Lalu, mengapa disebut sebagai rumah, karena pada umumnya rumah juga memiliki aturan agar aktivitas yang ada di rumah tersebut tidak bergerak secara liar.

Anda pernah dilarang orang tua ketika sedang beraktivitas yang aneh dan tidak sesuai aturan yang ada di rumah? Hal itu memang lumrah, karena orang tua adalah yang memegang hak untuk mengatur penghuni rumah tersebut agar tidak bergerak liar. Tidak suka dengan aturan, silakan pergi dari rumah.

Sama halnya komunitas yang saya sebut sebagai rumah, sejatinya ada pengelola --kita bisa menyebutkan dengan admin-- yang memiliki peran sebagai orang tua dalam komunitas tersebut, dianggap lebih memahami kondisi, dituakan atau juga paling paham dan expert di bidang yang dipilih komunitas tersebut. Perannya simpel, ada pengelola sebagai pengatur aktivitas dan penghuni sebagai pengikut dari komunitas tersebut. Sebagai penghuni sebuah komunitas sudah lazimnya mengikuti aturan yang diterapkan di komunitas, aturannya pun berbeda-beda. Anda tidak bisa mengatakan, "Di sana boleh kok, masa di sini enggak boleh."
Enggak ngerti?
Mudahnya, "Lu baca dan pahamin dulu aturannya, Tong."

***

Hal ini yang paling sering terjadi di dunia blogging. Demi mencari traffic yang masuk, secara acak, kenal juga enggak, nyambung atau enggak tuh artikel, yang penting copy-paste dulu link artikel, yang penting traffic masuk, persetan dengan pengelola dan penghuni komunitas tersebut. Saya berikan salah satu contohnya, mudah-mudahan yang saya bahas di sini sadar diri juga.
Spamming
Saya sengaja tutup tersangkanya, menghindari pasal pencemaran nama buruk --sudah buruk kelakuannya ikutan buruk pula. Bayangkan tema artikel yang dibahas hanya cerita tentang kehadirannya di salah satu peluncuran produk kesehatan. Tapi yang disebar secara gerilya di beberapa komunitas blogger dengan sangat waktu singkat benar-benar jauh dari jenis komunitas yang disampahin. Komunitas otomotif lah disebar, fotografi pula, sampai komunitas karaoke ikutan disampahin pula. Lau kira Karaoke itu buruk buat kesehatan, sampai penghuni dipaksa untuk baca artikel tentang kesehatan.

Please. Setidaknya ketahui dulu itu komunitas apa, seandainya Anda menulis artikel tentang otomotif ya cukup disebar ke komunitas otomotif saja, banyak kok jumlahnya, tidak sedikit. Seandainya Anda menulis tentang bahaya narkoba, lalu disebar ke grup otomotif, trus maksud lau penghuni komunitas otomotif itu nge-drugs apa.
Spamming di komunitas regional bagaimana? Silakan saja, tapi rumahnya di mana, Pak? Masa iya mau spamming di komunitas regional yang bukan lokasi yang saat ini ditinggali, atau minimal kampung halaman sendiri. Lau sokap? Pegawai kelurahan setempat?

Di dalam komunitas itu seluruh penghuninya sama-sama mencari kenyamanan dalam ketertarikan minat yang sama. Sama-sama berada di satu wilayah yang sama, mau guyub bareng, nongkrong bareng. Waladalah, tiba-tiba muncul blogger dengan penyakit yang satu ini tebar linkdan seperti memaksa penghuninya untuk membaca artikel yang enggak guna macem begitu. Ibaratnya penghuninya dipaksa harus memakan sampah, yang sama sekali tidak diinginkan penghuninya. Masih beruntung ditelan, lah kalo digebukin balik penghuninya, nyaho ente.

Melalui artikel ini, saya dengan cara sok kenal dan sok dekat. Mengajak seluruh pengelola komunitas, khususnya komunitas yang terbentuk di Kompasiana. Sama-sama menjaga konten yang tersaji sesuai dengan kemauan penghuninya, kalau perlu ditentukan aturan yang mengatur aktivitas yang terjadi di grup. Kalo ada yang macem-macem, nebar sampah, apalagi rusuh, gebukin aja!

TANDAI DAN BLOCK!

1 comment:

Tiktok