Masalah yang dihadapi pasar rakyat masih itu-itu saja, pasar rakyat selalu identik dengan biang kemacetan, becek, sumpek, dagangan yang tidak sehat dan masih banyak lagi stereotip yang terbentuk dan rasanya sulit untuk dihapuskan di benak masyarakat. Dominasi pasar retail modern yang berhasil mengambil kesempatan yang terlihat sepele, namun memiliki jatah yang besar ini semakin menguatkan posisi mereka.
Padahal dari pasar rakyat lah, petani-petani kecil menggantungkan harapan mereka, tak semua petani kecil mampu menembus seleksi ketat yang dibutuhkan pasar retail modern. Tidak semua pedagang yang memiliki modal besar mampu menginvestasikan hartanya untuk menjadi investor di pasar retail modern, ada jutaan harapan hidup yang dibutuhkan pedagang di kecil di seluruh pasar rakyat yang ada di Indonesia.
Presiden Joko Widodo pada awal tahun pernah merencanakan untuk melakukan revitalisasi di 5000 pasar rakyat yang ditargetkan selesai tahun 2019. Saya kira rencana ini terlalu muluk-muluk, terlalu sulit rasanya. Silakan Anda cek sendiri pasar-pasar terdekat di tempat tinggal Anda, sudah berapa pasar yang sudah direvitalisasi? saya yakin masih sangat sedikit, atau bahkan saat ini belum tersentuh sama sekali. Persoalan yang dihadapi rencana revitalisasi 5000 pasar ini terlalu kompleks, persoalannya bukan hanya soal renovasi tempat saja. Ada masalah mental yang bermasalah juga terkait kebiasaan pedagang dan tak luput juga kebiasaan buruk pembeli yang enggan repot, enggan mau belanja di tempat yang seharusnya, pembeli lebih memilih untuk berbelanja di pinggir jalan karena lebih praktis, tidak perlu parkir ataupun berjalan beberapa langkah untuk sampai di toko tersebut.
Anda sudah tahu bagaimana nasib Blok G Tanah Abang? Revitalisasi yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah sangat solutif. Pedagang yang sebelumnya memenuhi jalan, dipindahkan ke kios yang lebih teratur. Laku? Iya pada bulan-bulan awal, selanjutnya pedagang kembali sepi hingga saat ini, ada banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai dari dagangan yang memang biasa-biasa saja jika dibandingkan barang yang ada di Blok A atau B yang sudah memiliki langganan tetap. Pembeli yang ogah untuk repot-repot untuk parkir menjadi salah satu pemicu Blok G kembali kehilangan peminatnya. Hasilnya, saat ini sisi trotoar kembali dipenuhi para pedagang yang sudah tidak tahan karena barang dagangan sulit laku, mereka lebih memilih "menjemput bolanya" lebih dekat.
Ada faktor lain, beberapa kebijakan yang ada di pasar juga menjadi salah satu pemicu, permasalahan pasar rakyat ini tidak akan pernah selesai. Kasus eskalator yang hanya dinyalakan saat pejabat datang, retribusi yang dinaikan tidak sesuai dengan perjanjian awal menjadi contoh permasalahan pasar yang tidak akan pernah selesai. Proses revitalisasi bukan hanya soal bangunan, tapi juga mental masyarakat yang ada di lingkup tersebut.
Bagaimana dengan kabar Pasar Santa yang sempat hits di kalangan anak muda tersebut? Pada awalnya, pasar yang dulu sangat kumuh ini bertransformasi secara signifikan menjadi pasar yang "ramah" anak muda. Kafe-kafe, jajanan ala anak muda, warung tongkrongan kopi didirikan dan mendominasi pasar ini, pasar ini mendadak jadi tempatnya komunitas kreatif, berbagai acara hadir di pasar santa. Besarnya kesuksesan pasar ini dilihat secara "cerdik" oleh para pemilik kios, harga sewa kos melonjak secara signifikan, dari yang hanya 3 juta/tahun menjadi 30 juta untuk satu bulan, benar-benar angka yang sangat fantastis dan PD Pasar Jaya selaku pengelola yang terlihat bimbang dengan keputusan yang seharusnya muncul menjadi penengah antara pemilik kios dan penyewanya.
Akibatnya apa, sama halnya dengan Blok G namun beda permasalahan, pasar yang seharusnya menjadi contoh pasar rakyat terbaik ini kembali ditinggalkan, tidak semua pedagang memiliki modal besar untuk menyewa kios dengan harga fantastis tersebut, semua pedagang rata-rata masih dalam proses "belajar", mau tidak mau harga harus dinaikkan, dan pada akhirnya konsumen enggan kembali ke pasar ini karena harga dagangan menjadi tidak masuk akal.
Hal-hal inilah yang saya diskusikan bersama para pejabat Yayasan Danamon Peduli di acara Media Gathering kemarin, berbagai fakta tersebut yang dibahas secara mendalam mengapa hingga saat ini permasalahan yang ada di pasar rakyat tidak pernah terselesaikan. Yayasan Danamon Peduli yang menjadi satu-satunya lembaga CSR yang mewakili Indonesia dalam Konferensi PBB tentang Perumahan dan Pembangunan Kota Berkelanjutan pada Oktober lalu ini, merasa tergerak untuk menciptakan atmosfer yang baik di dalam sebuah pasar rakyat, pasar yang seharusnya menjadi tempat interaksi warga, menjadi tempat yang paling mendukung kehidupan warga.
Sejak tahun 2010 mereka sudah bermitra dengan Pemerintah Pusat dan Pemda untuk ikut berperan tak hanya dalam proses revitalisasi fisik pasar, tapi juga non fisik pasar, memberikan edukasi untuk kehidupan bersih dan sehat yang seharusnya terjadi dalam aktivitas di pasar, memberikan edukasi soal literasi keuangan yang pada nantinya mampu menunjang pengetahuan pedagang dan juga peningkatan ilmu mengatur keuangan. Dan faktanya tingkat literasi keuangan Indonesia yang masih sangat minim, masih berada di bawah 23%, yang bisa menjadi salah satu alasan mengapa tingkat keuangan masyarakat Indonesia masih terlalu "jomplang" antara yang kaya dan miskin.
Faktanya pasar yang saat ini direvitalisasi masih kurang dari 500 pasar, itu mengapa alasan saya menyebut revitalisasi 5000 pasar itu terlalu muluk-muluk. Ada beberapa poin kendala selama ini dihadapi dalam proses revitalisasi. Kesiapan daerah ketika proses pembangunan, komitmen pemerintah daerah yang masih setengah hati, dan partisipasi pelaku pasar yang masih minim, tidak tahu harus berbuat apa. Maka dari itu YDP berusaha keras mengedukasi pasar-pasar yang potensial untuk diajak meningkatkan kelas mereka, pasar sudah seharusnya menjadi tempat yang tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas jual beli, tapi pasar bisa menjadi penggerak kreativitas, menjadi tempat yang edukatif untuk warganya. Bisa dengan pasar yang nyaman untuk membuat acara-acara warga, dan lain sebagainya.
Idealnya pasar rakyat tradisional, seharusnya mengikuti standar yang sudah dibuat pasar modern yang lebih mengedepankan kenyamanan dan juga kebersihan. Sesimpel itu. Kita bisa ambil contoh pasar modern yang ada di Tangerang Selatan yang berada di tengah-tengah huniah mewah. Pada konsepnya pasar ini berjalan dengan benar, tapi tidak sesuai dengan lokasinya. Siapa juga masyarakat yang berpenghasilan rendah, mau datang jauh-jauh ke lokasi pasar tersebut dan rela membayar biaya parkir. Sebaliknya siapa juga masyarakat berpenghasilan tinggi mau datang ke pasar, sedangkan mereka bisa datang ke supermarket yang jauh lebih nyaman?, mudahnya perlu ada adaptasi di setiap lokasinya tidak bisa semuanya disamaratakan.
Sampai kapanpun permasalahan pasar ini tidak akan selesai, jika tidak diselesaikan secara manusiawi. Walaupun tidak juga bisa disamaratakan, pelaku pasar rakyat mayoritas memang dihuni oleh masyarakat yang memiliki pendidikan minim. Maka segala sesuatunya tidak bisa dihadapi dengan cara yang keras, karena sampai kapanpun jika dibenturkan pelaku pasar rakyat tidak akan mampu mengerti, memahami apalagi dipaksa secara cepat untuk beradaptasi.
Selama ini proses revitalisasi dibangun secara "template", tanpa hati. --Yang penting udah gw bangun, terserah lu mau dagang apa, ini yang hingga saat ini terjadi-- padahal seharusnya pasar dibangun sesuai dengan aturan yang tepat, namun disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Misalnya, buatlah pasar yang mampu menyediakan lokasi parkir gratis, teratur dan juga aman, menetapkan aturan untuk tidak parkir sembarangan. Tak masalah dengan preman yang menguasai lahan parkir, tapi cobalah untuk berkomunikasi dengan preman tersebut, dan meminta mereka untuk membantu menjaga ketertiban parkir wilayah tersebut. Sesimpel itu. Sama halnya dengan perlakuan terhadap pedagang, ajaklah pedagang tersebut tetap tertib berjualan di kios, bukan justru menjemput bola di pinggir trotoar.
Tapi, lagi-lagi jika mengharap dari pemerintah persoalan ini memang tidak akan terselesaikan tanpa partisipasi dari semua elemennya. Pemerintah pusat itu terbatas, hanya bisa mengeluarkan kebijakan yang terlalu sentral, Pemerintah Daerah seharusnya mampu memberikan pandangan yang tepat bagaimana seharusnya pasar di daerah tersebut dibangun.
Pedagang sudah seharusnya paham betul, mereka yang akan meraih keuntungan jika mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Dan yang paling krusial, adalah kalian para pembeli yang dianggap memiliki pendidikan lebih, seharusnya mampu memberikan edukasi dengan belanja sesuai dengan tempat seharusnya, bukan di pinggiran jalan, bukan di trotoar, bukan sengaja berhenti di pinggir jalan agar lebih praktis. Itu.
Semoga pasar rakyat yang sering disepelekan ini mampu naik kelas, menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi masyarakat bawah.
No comments:
Post a Comment