2 Hari di Semarang, dari Pecel Simpang Lima Hingga Lawang Sewu (6)

Bangunan bersejarah kota Semarang ini siapa yang tidak tahu dan tentunya sudah akrab di telinga masyarakat. Bangunan yang berarti pintu seribu ini menjadi ikon yang paling melekat dengan kota Semarang, sekaligus paling melekat terkait cerita-cerita horor yang menyelimuti gedung ini.Perjalanan kita kembali dilanjutkan, setelah 3 hari bermanja-manja ria di pulau Karimun Jawa. Hari terakhir yang seharusnya menjadi jadwal pulang, kita reschedule kembali, dan memutuskan untuk singgah 1 malam di kota tempat nongkrongnya Gubernur gahar, Ganjar Pranowo. Mengapa kita memilih untuk ke Semarang? Kota ini menjadi kota favorit si maminya, katanya kalo nanti punya uang banyak mau beli rumah di Semarang katanya, biar adem enggak kayak di Tangerang. Kalo saya, ya iyain aja, rumah di Tangerang aja belum punya kok malah mau ke Semarang.

Siang hari, puas sudah meninggalkan aroma laut kita memutuskan untuk menggunakan travel bus menuju Semarang. Dan beruntungnya ada satu armada yang tersedia dari pelabuhan Jepara, tarifnya tidak terlalu mahal jika dibandingkan menggunakan transportasi lain 110 ribu untuk satu kursi, bahkan sekalian request mau diturunkan di lokasi manapun. Kita singgah di hotel budget sekitaran Java Mall MT. Haryono, karena lebih dekat dengan area wisata dan lebih mudah mencari angkutan umum untuk ke lokasi manapun.

Sore kita sudah tiba di Semarang, check in, istirahat dan kita bingung mau kemana di Semarang. Sebagai generasi google, browsing menjadi langkah yang paling tepat untuk menemukan destinasi yang akan kita tuju.
Selepas sholat maghrib, mungkin karena kita ada salah atau apa mungkin juga kurang permisi. Si maminya tiba-tiba lemas tidak sadarkan diri dan mengejutkannya dia tertawa ngeri yang saya sendiri berusaha untuk tidak berpikir yang aneh-aneh. Pengalaman backpacking ini yang mungkin paling akan dikenang oleh saya sendiri, panik karena saya sendiri baru pertama kali mengalami hal-hal seperti ini. Saya angkat ke kasur, lalu menggunakan selimut berdua, mematikan lampu, dan lanjut............. *halah bukan itu. Saya sibuk komat-kamit membacakan surat-surat dan ayat kursi berkali-kali tanpa henti hingga 30 menit lebih, sambil mengusap mukanya dengan air, saya benar-benar tidak tahu harus melakukan langkah apalagi. 

30 menit lebih, akhirnya tersadar sambil ngomong "ngapain baca ayat kursi mulu di kuping?", yah gantian saya yang lemes sambil alhamdulillah, akhirnya sadar dan si maminya benar-benar lupa abis ngapain, duuuhhh.

Jam 7 karena sudah mulai lapar apalagi saya yang sibuk komat-kamit, kita memutuskan untuk wisata kuliner, wooohoo. Agar tidak terlalu jauh, cari angkot dan kita menuju Simpang Lima yang terkenal menjadi salah satu destinasi paling favorit di Semarang untuk kuliner di malam hari. Dan memang benar, Alun-alun Simpang Lima benar-benar dikelilingi dengan puluhan tenda kuliner yang membuat siapapun pengunjung bingung mau makan yang mana. Satu kali putaran alun-alun, beruntung bukan lagi Tawaf yang harus memutari selama 7 kali. Kita justru bingung mau makan yang mana, terlalu variatif dan benar-benar memancing untuk coba yang ini, coba yang itu.

Karena dana yang tersedia terbatas, kita istirahat lagi sambil mencari wangsit dari mbah google dan beberapa referensi dari teman-teman yang suka menjelajah Semarang.
Singgah sejenak di Alun-alun Simpang Lima
Sebenarnya mau bertanya juga ke anggota Kompasianer Semarkutigakom yang rata-rata tinggal di Semarang, tapi nanti takut malah merepotkan, akhirnya kita lanjut lagi satu putaran dan menemukan satu tempat yang paling ramai dan sepertinya harganya juga tidak terlalu mahal, Pecel Yu Sri.

Sebagai pecinta pecel, tempat ini sepertinya wajib untuk disinggahi. Menurut beberapa blogger kuliner, pecel ini paling juara di Simpang Lima, jangan heran ketika harus mengantre panjang hanya untuk sajian ndeso begini. Buka mulai dari sore, malam hari tentu akan bertambah ramai padahal kita berdua datang di weekdays, beruntung antrean tidak terlalu panjang tapi tempat duduk sudah penuh.

Dugaan saya tidak sepenuhnya meleset, kenapa tempat ini dinamakan pecel Yu Sri, karena saya yakin mengambil dari nama penjualnya dan uniknya ternyata dijual kakak-adik perempuan yang sama-sama memiliki nama Sri, hahaha. Orangtuanya males amat kasih nama anak.

Aneka sayuran rebus, sate-satean, gorengan dan menu yang lazim ditemui di sajian pecel lengkap tersedia di sini. Nasinya dibungkus pincuk daun pisang, lauknya disirami bumbu kacang pedas olahan duo Sri ini. Spesialnya ada sate keong, karena saya kecil mainnya di sawah biasa saja melihat menu ini, tetapi menjadi pengalaman pertama si maminya makan makanan aneh seperti ini, geli-geli di mulut katanya. Soal rasa? dengan harga murah dan indikator antrean yang mengular, Anda bisa bayangkan seberapa enak pecel Yu Sri ini. 
Pecel Yu Sri
Pecel Yu Sri
Pecel Yu Sri
Kenyang sudah, kita melanjutkan untuk berjalan-jalan sedikit ke area oleh-oleh dan akhirnya malah masuk juga ke mall untuk membeli ransel karena ternyata oleh-oleh yang kita beli terlalu banyak untuk ditenteng, nyoh. Puas selfie, dan jalan-jalan kita kembali lagi ke hotel.

Hari kedua.

Tiket pesawat untuk kembali ke Jakarta sudah saya pesan untuk jadwal terakhir malam hari, alasannya biar lebih puas jalan-jalannya di Semarang. Check out siang hari, kita melanjutkan kembali dengan menggunakan angkot menuju area Pandanaran karena dikenal sebagai pusat oleh-oleh khas Semarang. Karena masih terlalu siang, Lawang Sewu menjadi lokasi selfie yang rasanya sulit untuk dilewatkan ketika berkunjung ke Semarang, ini lho ikon kota Semarang, masa iya dilewatin aja.

Sama seperti Jakarta, Semarang ternyata macet-macet dan puaaanass juga.
Macet di Semarang
Tiba di Lawang sewu, bayar tiket masuk dan kerennya masuknya pun mirip ticketing di commuter line, hahaha gaya.
Bangunan bersejarah kota Semarang ini siapa yang tidak tahu dan tentunya sudah akrab di telinga masyarakat. Bangunan yang berarti pintu seribu ini menjadi ikon yang paling melekat dengan kota Semarang, sekaligus paling melekat terkait cerita-cerita horor yang menyelimuti gedung ini.

Berdasarkan informasi gedung, dahulu pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Lawang Sewu menjadi pusat pemerintah Belanda pada saat itu dan menjadi kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), sejarah perkembangan dunia kereta api di Indonesia dimulai dari sini.
Lawang Sewu a.k.a pintu seceng
Yang membuat horor bangunan bersejarah ini, menurut wisatawan yang juga berkunjung konon di bawah tanah gedung ini terdapat penjara yang pada zaman dahulu sering terjadi penyiksaan tahanan hingga meninggal dunia di bawah tanah, menurut informasi juga terdapat penjara yang dimana tahanan hanya dapat berjongkok karena hanya berukuran tinggi sekitar 60cm, enggak kebayang deh. Dulu juga Lawang Sewu menjadi sangat hits, karena acara uka-uka di salah satu stasiun Televisi yang memunculkan penampakan kuntilanak yang menurut rumor, pesertanya meninggal dunia.

Maka dari itu, saya sendiri terlalu ciut untuk eksplorasi lebih jauh ke bawah tanah, cukup di dasar saja deh apalagi masih deg-degan kejadian kemarinnya.

Dari sejarah itulah, Lawang Sewu kini menjadi museum edukasi terkait sejarah kereta api di Indonesia. Anda bisa mengetahui perjalanan setiap kereta api, teknologi yang diusung, pembangunan stasiun dan segala macam perkembangannya hingga masa kini.
Kereta Api Sejarah
Abang cari napkah dulu ya dek...
Sekitar dua jam eksplorasi, sekadar cari tahu dan foto-foto kita memutuskan kembali ke pusat oleh-oleh dan bersiap-siap pulang menuju bandara, beres deh jalan-jalannya. Sudah siap-siap menjelajahi keruwetan kehidupan di ibukota kembali.

Travelegion akan kembali.
---
Cerita sebelumnya,

No comments:

Post a Comment

Tiktok