Evolusi Bukalapak, Edukasi Menuju Era Cashless Society


Pertemuan saya dengan salah satu marketplace Indonesia ini, belum terlalu lama. Di sekitar tahun 2011 akhir, entah keywords apa yang mengarahkan saya ke salah satu marketplace ini. Bukalapak.com, sebuah marketplace baru yang cukup berani menantang kompetitor yang sudah cukup memiliki nama dan kredibilitas, sebut saja Kaskus yang fungsi utamanya sebagai ruang forum diskusi dan juga sebagai wadah berkumpulnya komunitas, ternyata juga memiliki open marketplace yang cukup populer bagi netizen. Walaupun penerapannya masih cukup tradisional, seluruh isi pasar masih bergantung pada apa yang akan dijual penggunanya, dan transaksi sepenuhnya menjadi tanggung jawab antara penjual dan pembeli.

Kembali pada awal pertemuan saya dengan bukalapak, seingat saya marketplace ini menjadi salah satu rujukan yang paling disebut dari para penggemar olahraga sepeda di dunia maya. Pada awalnya saya mengira situs ini adalah situs toko online yang menyediakan seluruh suku cadang sepeda. Karena sangat "gerilya"nya anak sepeda ketika menjawab setiap pertanyaan rekomendasi tempat mencari suku cadang sepeda yang lengkap, jawabannya selalu merujuk ke bukalapak.

Tak heran di awal kemunculannya menu lapak sepeda menjadi yang terdepan di halaman utama. Suku cadang sepeda dan segala macamnya menjadi barang yang paling sering muncul di halaman utama. Walaupun kamera dan printilannya juga memiliki kontribusi yang imbang terhadap isi barang di bukalapak, saya kira komunitas sepeda dan kamera yang menjadi kekuatan terbesar awal dari perjalanan bukalapak sebagai open marketplace, word of mouth menjadi momentum bukalapak mengembangkan bisnisnya menjadi semakin besar.

Pada tahun-tahun awal pun, bukalapak sebenarnya juga masih menerapkan mekanisme penjualan yang masih tradisional layaknya Kaskus. Pembeli dapat berkomunikasi langsung dengan penjual dengan menghubungi kontak yang biasanya dicantumkan di halaman informasi lapak. Cara ini di satu sisi memang memudahkan pembeli ketika tertarik dengan suatu barang dan menginginkan barang tersebut dengan cepat, tapi di lain sisi cara tradisional ini bisa dibilang cukup ribet karena kadang pembeli ada yang kurang percaya dengan barang yang dijual, yang akhirnya mengajak untuk bertatap muka langsung dengan penjual atau sering disebut COD (cash on delivery). Kekurangannya adalah cara ini kadang cukup menjengkelkan para penjual, karena beberapa pembeli tidak semua memiliki etika yang baik saat bertransaksi, ketika penjual harus berjauh-jauh datang ke lokasi yang dijanjikan, pembeli bisa saja membatalkan transaksi secara sepihak. Cara ini sangat jadul dan bukan ini yang dimaksud sebagai transaksi jual beli online.

Saya yakin bukalapak paham betul dengan kondisi ini, bukan hanya pembeli kadang yang kadang membatalkan transaksi secara sepihak, tapi salah satu faktor publik Indonesia yang masih menjadi pemain baru di dunia jual beli online, menjadikan lahan yang masih "bayi" ini menjadi lahan baru oknum penipu yang memanfaatkan situasi jual beli online sebagai lahan operasinya. Untuk open marketplace seperti bukalapak dan Kaskus jelas kesempatan mereka untuk mendulang "emas", pergerakan oknum ini memang sangat liar dan akan sulit dibendung jika jumlahnya semakin banyak.

Tampilan awal halaman bukalapak, sebelum merubah sistem dan migrasi server.

Seakan menjadi pelajaran di kasus ini, beberapa pihak secara independen, tidak terikat dengan marketplace tertentu, mendirikan sebuah sistem yang menyediakan jasa perantara yang biasa dikenal dengan rekening bersama. Sistem ini bukan hal baru sebenarnya, karena di dunia jual beli internasional, jasa ini dikenal dengan nama Escrow, rekening bersama hanya bentuk penerapannya di Indonesia.

Jasa ini tentu saja tidak gratis, ada tarif yang sudah ditentukan di setiap transaksi. Umumnya semakin besar jumlah uang yang sedang bertransaksi, akan semakin besar pula biaya tarifnya karena resiko yang semakin besar. Penerapannya pun butuh waktu edukasi yang memakan waktu, tak semua pembeli maupun penjual paham betul dengan mekanisme rekening bersama, bahkan banyak pihak yang beranggapan mekanisme yang seperti ini terlalu ribet dan juga memakan waktu saat proses transaksi. Setidaknya, walaupun proses ini cukup ribet, ada jaminan soal keamanan dana jika dilakukan melalui jasa rekening bersama yang memiliki reputasi yang cukup baik.

Jasa ini 100% aman? Belum tentu. Karena bergerak secara independen, posisi ini juga yang rentan terhadap aksi penipuan, tak ada yang bisa menjamin jika jasa tersebut tidak memiliki tanggung jawab di bawah sebuah korporasi. Bahkan di tahun 2015 saja, masih ada jasa rekening bersama yang menipu penggunanya hingga ratusan juta rupiah.

Ketika ada kasus penipuan yang melibatkan jasa rekening bersama independen, pihak mana yang akan dituntut akan sulit dilacak karena beberapa jasa masih banyak yang bergerak perorangan atau terdiri dari beberapa kelompok yang belum resmi secara hukum. Salah satu jalan utamanya, adalah melaporkan ke pihak kepolisian yang paling memiliki wewenang untuk memutus sebuah kasus penipuan. Tapi jika anda hanya tertipu dengan jumlah kecil, seperti yang anda tahu dan menjadi rahasia umum, untuk kasus kecil Kepolisian terkesan akan mengabaikan laporan anda.

Masih ingat dengan kasus seorang remaja di Bogor yang tertipu saat berbelanja secara online yang setelah melaporkan ke polisi, mereka justru disuruh mengikhlaskan uang tersebut. Lucu bukan? Tapi ini realitanya untuk saat ini, dan jika saya menjadi remaja tersebut, sudah pasti saya akan segera keluar dan benar-benar mengikhlaskannya, karena usaha laporan seperti apapun akan sia-sia selama kasus tersebut masih dalam jumlah yang kecil. Mungkin perlu ratusan korban yang mengadukan secara gerilya di satu pos polisi untuk meyakinkan kasus penipuan tersebut. (Sumber: Tertipu Belanja Online, Lapor Polisi Malah Disuruh Ikhlasin)

Kita skip pembahasan pelaporan di kepolisian. Melalui kejadian ini dampak buruknya, publik semakin sulit untuk memiliki kepercayaan terhadap transaksi jual beli online. Bayangkan pihak yang diharapkan sebagai perantara yang menjanjikan keamanan (Rekber), justru yang juga terlibat sebagai aktor penipuan transaksi online.

Indonesia yang sedang beranjak dari Low Trust Society menuju kultur High Trust Society, jelas akan selalu menemui jalan hambatan. Program yang dicanangkan Bank Indonesia yakni, program Gerakan Non Tunai akan menjadi program yang akan berimbas dari kasus penipuan dan semacamnya di dunia online. Karena melalui transaksi jual beli online, program Bank Indonesia tersebut akan bersinergi.

Apa alasan utama Bank Indonesia mencanangkan program ini? Tentunya sebagai bentuk penghematan yang selama ini terbuang sia-sia ketika bertransaksi menggunakan uang tunai. Mungkin anda tidak sadar uang tunai itu cukup memakan biaya saat proses produksi perencanaan hingga pencetakannya. Melalui non tunai yang anda harus sadari, uang satu rupiah pun bisa masuk dalam hitungan penghematan pengeluaran sehari-hari anda. Kita ambil contoh implementasinya di kegiatan sehari-hari, ketika anda membeli bahan bakar di pom bensin secara penuh dan menggunakan uang tunai, seandainya jumlah total pengeluaran bahan bakar sebanyak 96 ribu rupiah, tentu anda akan membayarkan dengan uang tunai pecahan 100 ribu rupiah, akan ada kembalian 4 ribu rupiah. Dari 4 ribu rupiah ini yang bisa menjadi pemborosan anggaran kehidupan anda sehari-hari, karena kadang 4 ribu rupiah tersebut bisa saja hilang, atau terpakai dengan tujuan yang tidak jelas.

Bandingkan dengan menggunakan non tunai, anda masih bisa menghemat 4 ribu rupiah tersebut, karena dengan bertransaksi secara non tunai anda hanya perlu membayarkan sesuai dengan apa yang anda butuhkan. Dan ini yang sesuai dengan evolusi yang dilakukan bukalapak untuk saat ini, dan begini nih jual beli online yang beneeeerrr!

Evolusi Bukalapak

Saya tidak tahu persis kapan tanggal bukalapak resmi meluncurkan mekanisme terbarunya, seingat dan perkiraan saya pada waktu itu terjadi di akhir tahun 2012. Saya pun baru menyadarinya ketika ingin membeli suku cadang di salah satu penjual di bukalapak, saya kesulitan untuk menghubungi penjual karena rata-rata kontak dihapus oleh manajemen bukalapak. Setelah diamati, bukalapak menerapkan mekanisme yang selama ini sudah dijalankan oleh ebay. Mmmmhhh...

Menariknya, di saat jasa rekening bersama independen menentukan tarif sesuai dengan jumlah transaksi, bukalapak menurut saya pribadi cukup percaya diri dengan memberikan jasa perantara atas nama bukalapak sendiri sebagai perantara resmi layaknya rekening bersama namun sama sekali tidak menerapkan tarif untuk seluruh transaksi yang masuk di bukalapak.com. Sekaligus menjadi hakim yang memutuskan jika barang tidak sesuai dengan yang diiklankan oleh penjual, maka bukalapak akan menjamin dana tersebut kembali pada pembeli.

Penerapan mekanisme yang sudah pasti sejalan dengan campaign yang sedang dijalankan Bank Indonesia. Bukalapak berani untuk menerapkan mekanisme yang dibilang kurang populer, menabrak kebiasaan transaksi online saat ini. Kebijakan ini saya kira keputusan yang cukup bijak, dan secara tidak langsung sebagai bentuk edukasi terhadap seluruh netizen Indonesia.

Konsekuensi yang diambil bukalapak, tentu akan berimbas dengan jumlah pengunjung dan pengguna aktif yang dimiliki bukalapak. Kaget dengan mekanisme baru, untuk pengguna yang belum terbiasa sudah jelas akan kecewa dengan kebijakan yang diterapkan, karena faktor pengguna netizen Indonesia yang masih baru dan belum terbiasa. Dampaknya pengurangan pengunjung, banyak penjual yang lebih memilih untuk menggelar lapaknya di marketplace tradisional.

Berdasarkan pengamatan singkat saya dengan statistik yang cukup sederhana, sedikit menggambarkan bagaimana sulitnya bukalapak meraih kembali perhatian para penggunanya. Disamping proses migrasi server dan perbaikan menuju mekanisme terbaru tentunya.

Statistik sederhana perkembangan pengunjung bukalapak dari tahun ke tahun.

Dari statistik terlihat jelas, pada akhir tahun 2012 hingga tahun 2013. Bukalapak kehilangan momentum setelah menerapkan mekanisme terbaru. Beberapa rekan saya yang ada di komunitas sepeda pun, beberapa ada yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan mekanisme yang diterapkan oleh bukalapak. Dianggap terlalu berbelit-belit, menyulitkan beberapa pembeli yang lebih menyukai cara tradisional.

Tapi, bagaikan menanamkan benih edukasi kepada seluruh netizen Indonesia, dan seperti menunjukan cara inilah yang benar dalam transaksi online. Bukalapak langsung memasuki masa panennya di tahun 2014, bahkan melampaui pengguna di tahun kemunculannya yang masih fluktuatif.


Seolah menerapkan dilema dan kesulitan cewek untuk menjaga berat tubuhnya agar tetap ideal. Evolusi selanjutnya yang diterapkan bukalapak adalah masuk di ranah mobile apps. Melalui data pengguna internet Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar lebih dari 88,1 juta pengguna ini, mayoritas menggunakan smartphone sebagai alat untuk mengakses sebuah internet bukan lagi hanya didominasi oleh perangkat komputer.

Alasan ini juga yang sebenarnya menjadi beberapa perusahaan digital termasuk juga bukalapak, fokus untuk mengembangkan bisnisnya ke netizen pengguna smartphone. Perkembangannya pun cukup signifikan, sebelum terjun langsung dalam pengamatan saya, bukalapak sebelumnya hanya meluncurkan mobile apps hanya khusus untuk penjual. Seperti baru meraba animo dan test the water, seberapa efektif penerapannya.



Dan, akhirnya kini bukalapak resmi meluncurkan mobile apps-nya yang dapat digunakan seluruh penggunanya, dengan dua platform populer Android dan iOs yang sudah bisa diunduh di Google Play atau di App Store. Hanya dengan smartphone anda tak perlu lagi bingung mencari barang yang anda cari, bahkan kadang sulit ditemui di toko konvensional. Semudah anda menggunakan social media anda, semudah itu pula anda berbelanja melalui smartphone. Pilih barang yang dinginkan, transfer menggunakan internet banking, anda tinggal duduk manis sembari menyaksikan acara joget-joget India di TV, dan biarkan tugas kurir yang menjadi assisten anda saat berbelanja.

Aniway, selamat untuk tim bukalapak.com yang sudah sukses menjadi salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Saya salah satu yang mengiringi perkembangan marketplace terasik di Indonesia ini. Semoga tetap memberikan kepercayaan yang baik untuk seluruh netizen Indonesia.


8 comments:

  1. wah bermanfaat artikel ini, pelanggan jd dimudahkan dong dgn adanya aplikasi Buka Lapak yg bisa diunduh dr Google Play atau App Store. kyknya gak usah ngemall klo belanja :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pembeli dan Penjual sama-sama diuntungkan mbak.

      Delete
  2. masih ragu2 kalo beli online...brbrp kali beli sih model ol...smg yg ini cukup kredibel....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba aja mas, ketika kita kurang puas dengan barang. Dana yang disimpan bukalapak masih disimpen loh, dan bisa kembali ke buyer.

      Delete
  3. Menuju kultur High Trust Society emang masih butuh perjuangan, tapi harus dimulai. Jujur, saya pun msh ragu2. Namun inisiasi Bukalapak dalam mendorong terwujudnya cashless society perlu didukung... (Yunus).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget pak yunus, semenjak bukalapak evolusi. Saya rasa ini adalah salah satu pemaksaan yang terganteng di jual beli online...

      Delete

Tiktok